Saat aku masih kecil, sekitar usia 4 tahun, kami tinggal di rumah oppung
di Pematangsiantar, tepatnya di BDB, depan pabrik STTC (Sumatra Tobacco
Trading Company). Terkadang di pagi hari aku dibawa oppung doli jalan
pagi keliling kompleks tempat tinggal. Biasanya kalau sudah nyampe di
halte yang dibuat oleh pabrik STTC, kami beristirahat. Oppung biasanya
melihat-lihat ke dalam pabrik, karena memang tembok pembatas pabrik
tersebut tidak cukup tinggi untuk ukuran orang dewasa. Dan terkadang
oppung menawarkan pundak nya untuk ku agar aku juga bisa ikut melongok
ke dalam. Pabrik itu cukup besar, ya, yang bisa terlihat hanyalah
gudang-gudang dan beberapa pekerja yang mungkin bekerja di shift malam.
Kedua orang tuaku adalah pengabdi pendidikan, yang berusaha mencerdaskan
anak-anak bangsa ini, sehingga di pagi hari tidak ada yang akan menjaga
kami, aku dan adik ku. Ya aku dan adikku dibawa ke pajak (pasar) oleh
oppungku. Pagi-pagi sekitar jam 7 kami sudah harus buka kios. Memajang
barang-barang dagangan yang kebanyakannya adalah tikar, sapu, dan kompor
masak. Sebagai seorang anak kecil saat itu tak banyak yang bisa ku
lakukan untuk membantu, kecuali malah menyusahkan saja.
Di tempat ini banyak juga anak-anak seumuranku yang orangtuanya
berdagang. Aku tidak bisa mengingat bagaimana kami bisa berkenalan dan
menjadi teman sepermainan, namun yang pasti kami membentuk semacam geng
dimana akulah menjadi ketuanya. Setiap sudut pasar telah aku jalani.
Setiap anak seumuranku yang juga "hidup" di sana telah aku kenal pada
saat itu. Hampir sama seperti ideologis kerajaan dulu-dulu, kami juga
punya ideologi dalam geng kami, dimana geng paling banyak anggotanya
adalah yang paling kuat. Terkadang perkelahian antar ketua kelompok geng
juga tidak terelakkan demi menjaga "wilayahnya". Ya, itulah sebabnya
terkadang aku melapor ke oppung bahwa darah yang keluar dari hidungku
dikarenakan aku jatuh di WC umum. Hampir sebagian besar kegiatanku di
pasar adalah "patroli" di wilayah kerajaan kami. Istilah orang batak
"mangadangi" itulah kira-kira. Siang harinya, jam pulang sekolah, ibu
akan menjemput kami
Sore harinya oppung pulang dari pajak dan selalu tidak lupa membawa
sesuatu untuk kami cucunya. Biasanya oppung bawa permen Polo atau
sejenisnya. Pernah juga bawa mainan kalau dagangannya hari itu laris
manis.
Di mataku, oppung doli merupakan sosok ayah, kakek, pemimpin dan sahabat
yang sangat luar biasa. Beliau juga cukup dihormati dikalangan keluarga
maupun orang-orang sekitar. Ku rasa tak ada yang tak mengenal sosok
beliau di kompleks tempat kami tinggal.
Sebelas tahun yang lalu beliau meninggal dan kini telah beristirahat di
sisi-Nya. Semoga engkau beristirahat dalam ketenangan dan kedamaian di
sana Oppung Doli ku tercinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar